HMJ Civic Hukum UMM bangun Perspektif HAM melalui Jalur Pendidikan
Author : Humas | Selasa, 26 Desember 2017 15:09 WIB
|
Peneliti di Locus Malang Nafi’ Muthohirin tengah memaparkan tentang penegakkan HAM di Indonesia |
Penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia terus bergulir bersama pro dan kontra yang terus berkembang.
Membahas penegakan HAM di Indonesia tidak akan pernah lepas dari isu-isu penting yang terus menjadi bahan perdebatan, di antaranya isu kebebasan berkeyakinan, isu pernikahan beda agama, isu transgender, dan isu hukuman mati bagi para pelaku kejahatan serius.
Peneliti di Locus Malang Nafi’ Muthohirin menyampaikan bahwa geliat usaha mahasiswa dalam mengenal HAM saat ini perlu diapresiasi.
“Digelarnya kegiatan diskusi ini menjadi bukti bahwa geliat mahasiswa yang saat ini lebih banyak bermodel pragmatis dan hedonism ternyata juga peduli untuk menambah pengetahuan tentang HAM,” ungkap Nafi’.
Diskusi Kewarganegaraan II yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Program Studi Civic Hukum Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) pada Jumat (22/12) mengangkat tema Pelaksanaan Hukuman Mati bagi Terpidana Kejahatan Serius.
Menurut Nafi’, hukuman mati merupakan isu utama yang terus menjadi sorotan di Indonesia sejak era kepemimpinan Joko Widodo.
“Sejak Jokowi menetapkan hukuman mati untuk terduga kasus penyalahgunaan narkotika, akhirnya banyak menuai pro dan kontra serta menjadikan penegakkan HAM sebagai alasan utama” ujar Nafi’.
Selain memaparkan tentang penegakkan HAM bagi terduga kasus narkotika, dosen Fakultas Agama Islam UMM ini menyatakan bahwa penegakkan HAM di Indonesia mundur di lapangan.
Hal tersebut mengingat banyaknya tindakan-tindakan aparat negara yang terkesan tidak masuk akal dalam penegakkan hukum di Indonesia.
“HAM Indonesia itu bagus dalam implementasinya karena mengadopsi perundang-undangan yang ada di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Namun sayangnya, implementasi lapangannya mundur karena banyak hal yang tidak masuk akal dijadikan dasar untuk menegakkan HAM itu sendiri," jelas Nafi’.
Peneliti pada Pusat Studi Islam dan Multikultural UMM ini juga menambahkan bahwa, penegakkan HAM di Indonesia harus disertai dengan pengenalan HAM itu pada masyarakat pelosok nusantara meskipun pluralism di Indonesia sudah difasilitasi dengan baik.
"Sekalipun hingga saat ini Indonesia merupakan negara paling baik dalam memfasilitasi pluralisme kebudayaan yang ada di Indonesia," tandasnya. (nis/sil)
Shared:
Komentar