prof. Dr. Syamsul Arifin, M.Si ketika menghadiri Health Science International Conference. (Foto: Syifa humas) |
Peranan kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) sangat membantu Rumah Sakit (RS) dalam meningkatkan kualitas perawatan pasien. Hal tersebut disampaikan oleh dosen Taipei Medical University, Fu-Chih Lai dalam agenda Health Science International Conference. Seminar Internasional yang diadakan oleh Fakultas Ilmu Kesehatan (Fikes) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) tersebut diselenggarakan secara daring melalui zoom dan youtube, Rabu (05/10) lalu. Konferensi tersebut diikuti 138 peneliti dan 53 pembicara.
Lebih lanjut, Fu-Chih Lai menjelaskan bahwa AI dan perawatan kesehatan di Taiwan telah terintegrasi sejak lama. Alasan utama pengembangan AI kesehatan di Taiwan adalah faktor keamanan dan peningkatan kualitas perawatan di RS. Hal ini juga di dukung oleh program asuransi nasional. Sebanyak 99,9% populasi di Taiwan tergabung dalam asuransi tersebut. Oleh karenanya penggunaan AI akan menyambungkan elemen yang satu dengan elemen yang lain.
“Kami menggunakan sebuah sistem kesehatan bernama Electronic Health Record (HER). Ada beberapa keunggulan dari penggunaan sistem HER yaitu dapat menampilkan grafik pasien secara cepat dan akurat, bahkan jika data tersebut telah berusia tahunan. Selain itu, dokter juga dapat memantau pasien tanpa harus berkunjung langsung ke ruang inap. Terakhir HER juga dapat menampilkan tindakan yang harus di lakukan kepada pasien dengan resiko yang kecil,” ungkap Associate Professor, Post-Baccalaureate Program in Nursing tersebut.
Terkait pengembangan HER di Taiwan, Fu-Chih Lai menilai bahwa Indonesia juga dapat menerapkan hal yang sama. Penggunaan HER, big data, dan AI telah terbukti efektif dalam peningkatan perawatan dan keselamatan pasien di RS. Tak harus melakukan secara serentak, Indonesia dapat melakukannya setahap demi setahap.
“Pengoptimalan AI dalam dunia kesehatan telah kami lakukan sejak bangku perkuliahan dengan mengadakan kelas program AI di universitas kedokteran. Kedepannya, tantangan pengembangan AI tetap akan ada. Oleh karenanya saya berharap Indonesia dapat menghadapi tantangan pengembangan AI kesehatan secara bersama-sama,” kata lulusan Kent State University itu.
Di sisi lain, A’liyatur Rosyidah, M.Si. salah satu pemateri menjelaskan tentang teknologi antibiotik terbaru. Seperti yang telah diketahui, antibiotik telah berperan penting untuk mengatasi berbagai penyakit yang berkaitan dengan bakteri. Ragam dan jenis antibiotik juga bermacam-macam sesuai kemampuannya dalam menghambat pertumbuhan bakteri. Namun kasus terbaru menunjukan adanya sebuah resistensi antibiotik.
“Hal ini menyebabkan bakteri tetap berkembang dan menular ke individu lain. Ada beberapa penyebab dari resistensi tersebut yaitu, penyalahgunaan antibiotik dan penggunaan antibiotik yang terlalu sering. WHO dan CDC juga telah menyatakan kekhawatirannya terhadap isu ini. Oleh karenanya pengembangan antimikroba terbaru sedang di lakukan,” ujar Staf Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) tersebut mengakhiri. (syi/wil)