Ahmad Fathoni Lc M.Ag optimis Program Sertifikasi Penerjemah Bahasa Arab untuk TKI yang tengah disiapkan akan mengurangi tingkat kekerasan pada pekerja Indonesia di Luar Negeri. (Foto: Ariel). |
KEKERASAN yang terjadi menimpa para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ditempat rantau kian memprihatinkan. Beberapa penganiayaan yang dilakukan oleh majikan ini disebabkan perbedaan budaya, latar belakang, serta bahasa. Tak bisa dipungkiri, banyak TKI yang pergi merantau di negara lain tanpa dibekali dengan skil yang memadai. Akibatnya sering terjadi perselisihan antara majikan dan TKI yang berbuntut pada penganiayaan.
Menyadari hal tersebut, Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) melalui program studi Pendidikan Bahasa Arab (PBA) Fakultas Agama Islam (FAI) tengah merumuskan program sertifikasi trainer untuk penerjemah TKI dan Tenaga Kerja Wanita (TKW). Kepala Prodi PBA Ahmad Fathoni Lc MAg menjelaskan sebelumnya prodi PBA UMM telah memiliki mata kuliah Bahasa Arab untuk Haji dan Wisata. Seiring berjalannya waktu, bersama dengan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) UMM tercetus ide memperluas mata kuliah Bahasa Arab untuk TKI.
“Nantinya mahasiswa akan menjadi trainer pelatihan Bahasa Arab untuk calon TKI khususnya negara-negara di Timur Tengah,” ungkap Fathoni.
Fathoni menambahkan PBA sudah mempunyai bekal untuk merealisasikan program ini yaitu modul Bahasa Arab yang dapat menjadi buku saku untuk para TKI. Didalam modul, Bahasa Arab yang diajarkan adalah Bahasa Arab formal dan non formal. Lebih dalam, modul ini juga dilengkapi dengan contoh-contoh percakapan aktivitas keseharian, seperti dialog untuk supir tentang bagaimana cara membuka pintu mobil, bagaimana dialog jika majikan ingin mampir ke swalayan, dan berbagai kosa kata Arab lainnya.
“Kita bekali tidak hanya Bahasa Arab yang baku tapi juga bahasa Arab yang digunakan keseharian. Karena ketidakpahaman terhadap bahasa itu kadang yang membuat majikan mereka berbuat semaunya, ada kesenjagan dari segi bahasa,” tutur Fathoni.
Kedepannya Fathoni dan tim akan membangun jaringan atau kerjasama dengan Penyalur Jasa TKI (PJTKI) di Indonesia sehingga program ini bisa berjalan dengan sistematis.
“Harapan saya adanya program ini bisa menjadi bekal untuk para TKI. Kemudian dengan modal kebahasaan ini setidaknya dapat mengurangi perlakuan diskriminatif yang diterima tenaga kerja Indonesia,” tutup Fathoni. (nim/sil)