Kalahkan Rasa Takut dengan Berjuang Menjadi Guru Minoritas di China
Author : Humas | Jum'at, 25 Mei 2018 15:16 WIB
Memiliki keinginan besar untuk bisa mengajar di luar negeri adalah salah satu impian dari Dessy Maria Ulfa. Gadis yang lahir dan besar di tanah Maluku ini memulai perjalanan mengajarnya di luar negeri sejak tahun 2016.
”Pertama kali mewujudkan cita-cita untuk pergi ke luar negeri ya ke Vietnam,” tutur mahasiswa Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) tersebut.
Meski membutuhkan percobaan dan usaha berulang untuk mencapai keinginannya, Dessy tidak surut semangat. Ia bahkan menjadi lebih percaya diri lantaran dapat mengumpulkan bekal ilmu yang lebih banyak. “Ini lebih bagus karena saya punya bekal teori mengajar yang semakin banyak,”ujarnya.
Dessy mengisahkan, perjalanan internasionalnya dimulai saat ia mendaftarkan diri pada sebuah program mengajar di negeri Sakura. Sayangnya, kala itu ia tidak berhasil lolos. Tidak patah arang, gadis cantik ini kembali mencari peluang baru untuk menimba pengalaman mengajar internasional. “Setelah gagal apply ke Jepang, aku langsung set goals ini itu untuk meningkatkan skillku,” ungkapnya.
Tidak sia-sia usaha dan kegigihannya berbuah manis. Pada akhir 2016 Dessy terpilih menjadi salah satu volunteer pada proyek sosial Hope for Children di Vietnam. Tidak pernah puas dengan satu pengalaman, di tahun berikutnya ia kembali mengambil peluang menjadi pengajar di Footprints International School Kamboja. Selama tiga bulan berada di negeri Angkor Wat ini, Dessy sempat mengalami kesulitan dalam berbahasa.
“Di Kamboja kesulitan yang aku hadapi cuma dari segi bahasa, terutama saat berkomunikasi dengan masyarakat umum,” akunya.
Tidak puas dengan pengalaman mengajar di kawasan Asia Tenggara, mahasiswa yang juga aktif di organisasi AIESEC ini pada awal tahun 2017 kembali mengikuti program mengajar di China. Menjadi salah satu pengajar di Shenyang Forest International Kindergarten China, Dessy mendapat banyak pelajaran hidup yang luar biasa.
Dessy mengisahkan, saat menjadi minoritas dan sempat dianggap tidak memiliki kemampuan mengajar yang bagus, rasa putus asanya pun muncul. Saat itu ia bahkan sempat ingin kembali ke tanah air. “Setelah ada salah satu wali murid yang gak memperbolehkan anaknya ikut kelasku, rasa putus asa dan mau balik ke Indonesia itu besar sekali,” paparnya.
Untungnya berkat dukungan sang bunda, semangat Dessy kembali berkobar. Ia pun bertekad menyelesaikan kontrak kerjanya di negeri Tirai Bambu tersebut. Di akhir, usai berbagai pengalaman internasional ini Dessy mengaku senang dapat memaksimalkan waktu belajarnya di UMM dengan menimba ilmu di luar negeri.
"Sekitar dua tahun belajar di UMM, hidup saya diwarnai dengan berbagai pengalaman organisasi dan membuat saya mewujudkan cita-cita untuk pergi ke luar negeri,"pungkasnya (nis/sil)
Shared:
Komentar