Abdul Malik Fadjar (kanan) bersama Rektor UMM Fauzan. |
BULAN Ramadhan selayaknya menjadi momen tepat mengembalikan peran masjid sebagai pusat membangun peradaban Islam. Hal itu disampaikan Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres) yang juga Badan Pembina Harian Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Prof. Drs. H. A. Malik Fadjar, M.Sc. dalam pengajian jelang Ramadhan 1438 Hijriyah di Masjid AR. Fachruddin UMM, Jumat (19/5).
“UMM melalui Masjid AR. Fachruddin harus mampu menghadirkan wajah Islam yang mendamaikan dan mencerdaskan. Bulan Ramadhan adalah momen tepat untuk mewujudkannya,” kata Malik di hadapan civitas akademika UMM usai pelaksanaan Salat Jumat.
Dibangunnya Masjid AR. Fachruddin, imbuh Malik, merupakan hasil pergumulan panjang UMM untuk mewujudkan Islam yang berkemajuan. “Didirikannya Masjid AR. Fachruddin memberikan harapan pada pembangunan manusia Indonesia, khususnya umat Islam,” ungkapnya.
Rasulullah memulai gerakan dakwahnya melalui Masjid, ditandai dengan dibangunnya Masjid Quba, masjid pertama yang didirikan Rasulullah dalam perjalanan Hijrah dari Mekah ke Madinah. Begitu pula pada peristiwa Isra’ dan Mi’raj, Masjid juga memiliki posisi penting dalam Islam.
Meski pembangunan Masjid di tiap daerah begitu menjamur pada beberapa dekade ini, namun demikian disayangkan Malik, Masjid yang ada sekarang tidak serta-merta membawa kedamaian batin. Demikian disampaikan Malik saat mengenang dinamika dakwah masjid di Malang di era 60-an, saat atmosfer spiritual lebih dominan ketika itu.
“Terutama sejak momen Pilkada beberapa waktu lalu. Masjid jadi tempat yang penuh dengan ujaran kebencian. Sebaliknya, Masjid harus dikembalikan pada fungsi mendasarnya, yakni sebagai pusat membangun peradaban, serta dapat membawa ketenangan batin bagi jama’ahnya,” ungkapnya.
Selain itu, jelang pelaksanaan ibadah puasa, Malik juga menghimbau kepada jamaah untuk mempersipkan segala sesuatunya. Bagi Malik, persiapan itu bukan hanya tentang kesiapan fisik dan persiapan-persiapan material lainnya. “Jelang puasa, kita perisiapan mendalam, khususnya rohani, agar dapat menangkap makna mendasar dalam berpuasa, yakni membangun keimanan dan ketakwaan,” tandas Malik. (can/han)