Melalui Kolokium, FAI UMM Ingin Lebih Banyak Lahirkan Manusia Otentik

Author : Humas | Jum'at, 23 Desember 2016 13:26 WIB
Pemberian cinderamata kepada Kasubdit Pengembangan Akademik Kementrian Agama Republik Indonesia, Dr Muhammad Zain MAg.

FAKULTAS Agama Islam (FAI) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menggelar Kolokium Doktor menghadirkan 4 narasumber dari kalangan internal untuk mempresentasikan disertasi doktoralnya. Seminar sehari ini diadakan di Theater UMM Dome, Kamis (22/12).

Sesi pertama kolokium diisi Dr Khozin MSi mengangkat tema “Paradigma Baru Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI)di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi” yang dipanel dengan Dr Abdul Haris MA yang membahas tentang “Paradigma Baru Pembelajaran Kitab Gundul”.

Di sesi kedua,  Dr Moh Nurhakim MAg mengangkat bahasan “Orientasi Baru Gerakan Islam Revivalis Pasca Euforia Reformasi di Indonesia”  disandingkan dengan Dr Pradana Boy ZTF MA dengan tema “Fatwa dan Ideologi di Indonesia: Studi Tentang Tiga Lembaga Fatwa dan Pengaruhnya di Era Paca Orde Baru”.

Kepala Subdit Pengembangan Akademik Direktorat Pendidikan Tinggi Islam Kementerian Agama Dr Muhammad Zain MAg saat didaulat sebagai keynote speaker berkomentar, selain kampusnya yang asri, UMM juga telah banyak menggodok dan melahirkan manusia otentik.

“Saya percaya UMM ini mampu melahirkan kader-kader bangsa, kader-kader muslim, yang sarjananya merupakan sarjana otentik,” kata Zain.

Selain itu, lanjut Zain, universitas ini telah melahirkan tokoh-tokoh besar dan tokoh-tokoh pendidik yang luar biasa. Seperti Malik Fadjar, sebut Zain, mantan menteri pendidikan dan kebudayaan, dan menteri agama yang memberikan pembaharuan di Kementrian Agama serta melahirkan sekolah tinggi di berbagai provinsi di Indonesia.

“Kedua, lahir pula Imam Suprayogo yang selama 20 tahun menjabat sebagai wakil rektor bidang akademik di UMM dan melahirkan perguruan tinggi baru yang changeable, Universitas Islam Negeri Malang yang sangat luar biasa perkembangannya. Dan baru-baru ini, mantan rektor UMM sebelumnya, Muhadjir Effendymenjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia,” papar Zain.

Sementara, Prof Dr Syamsul Arifin MSi dalam sambutannya mengapresiasi pelaksanaan kegiatan ini. Kolokium ini, baginya,merupakan salah satu tradisi yang coba dikembangkan oleh UMM untuk memberikan apresiasi terhadap raihan-raihan ilmuan intelektual yang didapatkan oleh dosen UMM.

UMM memiliki 56 program studi dengan jumlah 31.871 mahasiswa, 611 dosen serta 116 doktor. FAI, kata Arifin, merupakan salah satu fakultas dengan penyumbang keberhadiran doktor di UMM. “Dari perspektif sejarah, FAI, terutama Pendidikan Agama Islam (PAI) bersama dua fakultas lainnya merupakan cikal bakal pendirian UMM pada tahun 1964. Jadi usia FAI serta prodi PAI ini sama perjalannya dengan UMM,” kata Syamsul.

Oleh karenanya, dilanjutkan Syamsul, adalah hal yang wajar jika masyarakat mempertanyakan kontribusi FAI UMM terhadap perkembangan inteletualitas, terutama di bidang keislaman dan keilmuan. “Kata pak Rektor, pada suatu saat yang akan di-display bukan sesuatu yang artefak, yang tangible, tapi intangible (berwujud, red). Yakni pemikiran-pemikiran yang pada akhirnya lahir dalam bentuk buku, jurnal maupun karya-karya berwujud lainnya. Saat ini, UMM tengah melalukan upaya-upaya strategis untuk mendapatkan pengakuan, tidak hanya level nasional, tapi juga pada level internasional,” ungkap Syamsul.

Dekan FAI UMM Drs Faridi MSi menjelaskan,diadakannya kolokium ini yang pertama sebagai wujud rasa syukur kepada Allah atas karunia yang melimpah kepada FAI. Karena, selama 2 tahun ini FAI panen doctor, yaitusebanyak 4 orang. Kedua, kolokium ini juga sebagai wujud respon FAI UMM terhadap sebagian Indonesianese atas kondisi Indonesia pasca wafatnya tokoh pembaharu Islam Indonesia, Nurcholish Madjid dan Abdurahman Wahid.

“Karena sebagian Indonesianese, sudah memalingkan pandangan, tidak lagi menjadikan Indonesia sebagai rujukan intelektual terutama setelah terjadinya sejumlah tragedi prahara kemanusiaan yang mengatasnamakan agama. Mudah-mudahan usaha ini sekaligus sebagai respon, meskipun skalanya masih kecil, karena sejumlah tenaga yang ada di FAI UMM sudah menunjukan kepada dunia tentang kapasitasnya bahwasanya dengan ditinggalkannya Indonesia oleh begawan ilmuan Indonesia dan Abdurahman Wahid dan Nurcholish Madjid, insya Allah Indonesia tidak akan kekurangan SDM,” tandas Faridi. (can/han) 

Shared:

Komentar

Tambahkan Komentar


characters left

CAPTCHA Image