Lomba Permainan Tradisional di Rector Cup UMM. Foto: Yafi Humas |
Kompetisi unik dilangsungkan oleh Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Resimen Mahasiswa (Menwa) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) pada pertengahan Juli lalu. Mereka mengadakan lomba permainan tradisional bagi para mahasiswa sebagai cara merawat dan melestarikan budaya. Lomba tersebut menyedot animo tinggi karena berbeda dengan lomba-lomba biasanya.
Alvin Hetri Awan selaku ketua UKM Menwa UMM menyampaikan bahwa pihaknya sengaja memilih lomba permainan tradisional. Ia ingin memberikan warna baru di rangkaian panjang kompetisi Rektor Cup tahun ini. Apalagi melihat perkembangan permainan tradisional yang beberapa di antaranya sudah menjadi sebuah olahraga yang dilombakan.
“Tujuan khususnya yakni ingin mengenalkan kembali permainan tradisional kepada sivitas akademika UMM dan ingin melestarikan permainan tradisonal. Bahkan permainan ini sudah masuk di Pekan Olahraga Nasional (PON). Saya rasa hal ini sangat potensial untuk dikembangkan di Kampus Putih UMM,” kata Alvin.
Senada dengan yang diucapkan Alvin, Akbar Adityhya Rustandi selamu ketua pelaksana menjelaskan bahwa Menwa secara khusus ingin mewadahi mereka yang punya kemampuan khusus di bidang permainan tradisional. Akbar, sapaan akrabnya menilai bahwa tak ada kegiatan tanpa kendala. Pun dengan lomba tersebut. Saat persiapan, tim Menwa harus melakukan riset terlebih dahulu terkait perihal cara main dan peraturannya. Dengan begitu, perlombaan bisa dilaksanakan dengan lancar dan profesional sesuai prosedur.
“Banyak peserta yang tidak begitu paham dengan cara main dan peraturannya. Jadi, beberapa kali kami juga memberikan pengarahan terlebih dahulu sebelum lomba dimulai. Alhamdulillah mereka menikmati dna merasa senang. Sekalipun kalah, mereka mengaku bahwa permainan tersebut begitu seru.
Salah satu peserta lomba egrang, Muhammad Bilal Rusady mengapresiasi perlombaan unik semacam ini. Ia melihat gempuran dunia digital membuat anak muda lupa dengan permainan tradisonal dan budaya-budaya yang sebelumnya sering dilakukan. Maka melalui lomba Rector Cup ini, mahasiswa bisa berkontribusi menjadi pengingat untuk generasi muda. Utamanya terkait kultur dan budaya.
“Saya syok karena baru kali ini menemukan perlombaan tradisional. Saya tentu ingin hal-hal seperti ini bisa terus dilakukan agar menjadi sebuah trend kembali. Kalau dilihat, jarang sekali ada anak-anak yang bermain permainan tradisional. Mungkin selanjutnya bisa menambah di kategori lain seperti lomba hadang, dagongan, gobak sodor dan sumpit,” harapnya mengakhiri. (Ros/Wil)