Nur Lailatul Masruroh, S.Kep. Ns., M.N.S. dosen Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan UMM (Foto : Istimewa). |
Meskipun telah digunakan bertahun-tahun dalam dunia kuliner, keberadaan Monosodium Glutamat (MSG) masih menyisakan kekhawatiran pada masyarakat. Hal ini terkait rumor bahwa MSG dapat menimbulkan berbagai gangguan kesehatan yang berbahaya.
Menanggapi hal tersebut, Nur Lailatul Masruroh, S.Kep. Ns., M.N.S. dosen Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan (FIKES) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) mengatakan, MSG merupakan garam natrium dari asam glutamate. Ini suatu jenis asam amino yang secara alami ada dalam makanan seperti tomat, keju, dan daging. Untuk pembuatan MSG sendiri biasanya melalui proses ekstraksi sari tetes tebu.
Baca juga : Viral Pembunuhan dengan Mutilasi, Begini Kata Dosen Psikologi UMM
"MSG sebenarnya adalah garam natrium dari asam glutamat, suatu komponen alami yang dapat ditemukan dalam banyak makanan. Namun beberapa orang mungkin mengalami reaksi sensitivitas, ini tidak bisa dijadikan dasar untuk mengeneralisasi MSG sebagai zat berbahaya secara umum,” ujar dosen yang akrab disapa Ila ini.
Menurutnya, konsumsi MSG sebenarnya tidak berbahaya asalkan sesuai dengan takaran yang dianjurkan. Merujuk dari Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat, takaran harian yang dianggap aman adalah sekitar 2 hingga 2,5 gram MSG per hari. Ini setara dengan 1/2 hingga 1 sendok teh. Namun tetap penting diingat bahwa takaran harian ini adalah panduan umum, dan toleransi terhadap MSG dapat bervariasi antar iindividu.
Baca juga : UMM Kukuhkan Dua Guru Besar FISIP, Teliti Politisi Perempuan dan Pranata Sosial
“Banyak studi ilmiah menunjukkan bahwa konsumsi MSG dalam takaran yang wajar tidak menyebabkan efek samping signifikan pada sebagian besar orang. Namun beberapa individu mungkin mengalami reaksi seperti sakit kepala atau nyeri otot. Efek samping ini biasanya bersifat sementara dan tidak terjadi pada semua orang," tambahnya.
MSG yang dikonsumsi dalam jumlah banyak rentan juga menyebabkan "Chinese Restaurant Syndrome". Gejala yang biasa muncul pasca konsumsi dapat meliputi sakit kepala, sensasi panas atau keringat berlebihan, nyeri otot atau sendi. Namun, penting untuk dicatat bahwa reaksi ini relatif jarang terjadi.
"Sejauh ini, saya belum menemukan penelitian yg mengkaji secara khusus manfaat MSG bagi kesehatan, kebanyakan riset berfokus pada dampak negatif konsumsi MSG melebihi takaran normal dan jangka panjang. Namun dari efek utama MSG sebagai penyedap rasa sudah jelas bahwa MSG bermanfaat untuk membantu meningkatkan nafsu makan karena rasa makanan menjadi lebih sedap," katanya.
Di akhir Ila menghimbau walaupun MSG memiliki titik leleh yg tinggi yaitu 232 derajat celcius, sehingga tidak mudah terurai saat dipanaskan, namun hendaknya masyarakat menghindari hal tersebut. Pemanasan melebihi batas berpotensi menyebabkan terurainya senyawa yang mengandung racun.
“Tak hanya untuk makanan ber-MSG, secara umum pemanasan makanan berulang ulang tidak direkomendasikn untuk kesehatan. Selain karena nilai gizi yang rusak, aktivitas ini juga berpotensi terjadinya perubahan senyawa makanan menjadi beracun,” pungkasnya. (dit/wil)