![]() |
Niam Muiz (jaket abu-abu) dengan bukunya, Menggusur Ego. (Foto: Aan/Humas) |
HIMPUNAN Psikologi Indonesia (HIMPSI) Malang menggelar bedah buku di Gedung Kuliah Bersama IV Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Selasa (22/01). Acara ini membedah buku keempat pebisnis dan konsultan sukses, Niam Muiz.
Dalam bukunya, Niam membongkar makna ego. “Ego laksana api yang apabila dikelola dengan baik akan menjadi kekuatan dahsyat. Menggelorakan cinta, mengejar prestasi dan menjadi energi spiritual,” paparnya.
“Namun jika tidak dikelola dengan baik, ego menjadi kerdil, liar dan membumi hanguskan diri sendiri dan alam sekitar,” ujarnya. Selepas kuliah pada 1985, Niam Muiz sukses menggedor pintu perusahaan asing.
Ia hilir mudik di lima perusahaan konsultan asing terbesar di dunia. Sebagai konsultan SDM, ia telah mendapatkan puncak dari perjalanan kariernya. Rumah mewah, mobil BMW serie terbaru di masanya, jabatan tinggi dengan 12.000 anak buah.
Bukunya, ‘Menggusur Ego’, sempat dilayangkan kritik oleh Muhammad Salis Yuniardi, S.Psi,. M.Psi., PhD selaku Dekan Fakultas Psikologi UMM, karena dinilai tidak membahas definisi ego. Sehingga membuat pembaca bingung.
Niam Muiz mengonfirmasi, bahwa bukunya bukan buku akademik. Namun buku ini disesuaikan keinginan pasar. Buku ini didasarkan pada pengalamannya menggeluti ego selama bertahun-tahun. Sehingga, Niam Muiz memiliki definisi ego tersendiri.
“Ego adalah ‘lampu sorot’ yang mempercantik panggung. Panggung ini adalah sebuah perumpaan tentang apa yang menjadi berharga buat kita. Misalnya kecantikan adalah hal yang berharga buat kita,” ungkapnya.
Maka, sambung Niam, ‘lampu sorot’-nya adalah skin care, make up, makanan bergizi, dan olahraga untuk membuat panggung kecantikan kita bagus untuk dilihat. Demikian, kita tinggal membuat ‘lampu sorot’ masing-masing.
Ego perlu dikendalikan. Mana yang perlu dan tidak kita jadikan ‘lampu sorot’. Bagi Niam, jika ingin cantik, yang dilakukan tinggal makan makanan yang bergizi dan rutin berolaraga saja. Tak perlu membeli skin care dan make up yang mahal-mahal.
“Kita perlu untuk menkonfigurasi ego untuk mengenalli diri kita sendiri,” tegas Niam. Ia memberi contoh Nabi Muhammad SAW ketika menyendiri di gua tsur hingga gua hira untuk mengenali egonya dan mengukur jarak dengan Tuhan.
Kemudian, Nabi Muhammad SAW diberitahu oleh Malaikat Jibril siapa dirinya sebenarnya, yaitu seorang Rasul Allah. Niam Muiz melanjutkan, setelah itu ‘lampu sorot’ Nabi Muhammad runtuh, berganti cinta bersahaja kepada Allah SWT.
Niam Muiz mengatakan bahwa kita sudah diberi contoh oleh manusia paling sempurna yang pernah lahir di Bumi, maka kita harus meneladaninya. Menurut Niam, perjuangan manusia hanyalah menkofigurasi egonya saja.
Musuh manusia semuanya sama, sambung Niam, yaitu ego. “Sebenarnya manusia itu semuanya sama, cuma ego kita yang merasa kita lebih baik daripada yang lain saja yang membuat kita berbeda,” papar Niam.
Niam menutup dengan ungkapan bahwa tiap orang harus senantiasa berprasangka baik kepada Allah SWT. Bahwa Allah Maha Kaya, maka manusia tak perlu khawatir dengan rezeki. Yang perlu dilakukan oleh tiap orang hanyalah berjuang.
Ego yang terlalu tinggi kadang mengukur cinta kasih Allah kepada kita. Sehingga kita selalu khawatir dan resah. “Jika kita tetap teguh dengan apa yang kita perjuangkan dan selalu mengingat Allah dalam setiap langkah kita,” tandasnya. (usa/can)