PSIF Hidupkan Literasi Kritis Anak Muda

Author : Humas | Sabtu, 10 Desember 2016 11:56 WIB
Peneliti PSIF UMM Haeri Fadly saat berbicara di forum diskusi gerakan literasi Muhammadiyah.

KECEPATAN penyebaran informasi melalui media sosial dan media online mengharuskan kita mencerna informasi secara lebih bijak dan kritis. Sebagai kelompok pribumi digital (digital native), kaum muda diharapkan menjadi aktor utama penggerak kedua media tersebut melalui literasi kritis.

Merespon hal tersebut, Pusat Studi Islam dan Filsafat (PSIF) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) bersama Jaringan Islam Muda Muhammadiyiah (JIMM) menggelar diskusi gerakan literasi Muhammadiyah, Sabtu (10/12)di Ruang Sidang Senat UMM. Kepala PSIF UMM Dr Pradana Boy MA menyatakan, diskusi ini merupakan upaya untuk menghidupkan tradisi intelektual, khususnya di kalangan kaum muda.

Menurut Pradana, membangun tradisi intelektual itu tidaklah mudah, perlu metode yang serius. Melalui cara ini, PSIF sekaligus hendak mengenalkan pada publik bahwa UMM gencar memperkaya khazanah intelektual melalui forum-forum diskusi. “Diskusi literasi adalah tradisi yang tengah kami bangun secara masifdan konsisten. Jika sebuah gerakan kecil dikerjakan secara konsisten maka gerakan tersebut akan membawa dampak yang besar bagi masyarakat,” jelas peraih gelar doktor dari Natonal University Singapore (NUS) ini.

Agar tradisi ini kian kuat, pada 2017, PSIF akan mengadakan call for paper untuk kalangan muda untuk menulis dan berbicara tentang pemikiran maupun isu-isu terkini. Pradana berharap, sebagian besar narasumber yang berbicara adalah anak muda. “Selain itu, kami juga akan menghadirkan pembicara ahli sesuai dengan tema yang diangkat. Para ahli dihadirkan bisa dari internal UMM atau pakar dari luar UMM,” ungkap Pradana.

PSIF, lanjut Pradana, sengaja memperbanyak pembicara dari kalangan muda agar terjadi regenerasi bagi UMM, lebih-lebih untuk bangsa. Pradana berpandangan, di setiap seminar yang dilihat pertama kali adalah pembicaranya, jika pembicaranya tidak terkenal maka yang datang akan sedikit. “Jika yang berbicara di setiap seminar generasi tua terus, lantas kapan pemuda Indonesia akan berkembang dan memiliki keahlian lebih,” jelasnya lebih lanjut.

Menurut Pradana, dengan diberikannya wadah bagi pemuda untuk pembicara, maka secara tidak langsung akan menumbuhkan potensi intelektual yang dimilikinya. Pradana juga menyatakan,pemuda harusnya menjadi arus bagi masyarakat. Yaitu menjadi penggerak bukan hanya penghibur. “Jika pemuda hanya menjadi buih, maka fungsinya hanya nampak dipermukaan dan tidak membawa kebaikan bagi masyarakat,” jelas dosen yang pernah mengenyam pendidikan master di Anustralian National University (ANU) ini.

Diskusi literasi ini dibagi dua sesi. Sesi pertama bedah buku “Benturan Ideologi Muhammadiyah” oleh sang penulisSolihul Huda dan peneliti PSIF UMM Haeri Fadly. Pada sesi kedua dilanjutkan diskusi bertema “Muhammadiyah dan Literasi di Era Media Sosial” oleh direktur riset Pusat Studi Agama dan Multikulturalisme (PUSAM) UMM Nafi'Muthohirin, pendiri Reading Group for Social Transformation (RGST) Hasnan Bahctiar dan staf Humas UMM Subhan Setowara. (jal/han)

Shared:

Komentar

Tambahkan Komentar


characters left

CAPTCHA Image