Haedar Nashir yang menilai bahwa kader Muhammadiyah harus menjadi abdullah dan khalifah fil ardh. (Foto: Haqi humas) |
Kader Muhammadiyah harus menjadi hamba yang baik nan bersih serta mampu menjadi khalifah di bumi. Hal itu ditegaskan oleh Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Prof. Dr. Haedar Nashir, M.Si. dalam Seminar Nasional dan Rapat Koordinasi Nasional ke-5 Majelis Pendidikan Kader PP Muhammadiyah. Adapun rangkaian acara itu dilaksanakan di Universitas Muhammadiyah malang (UMM) pada Selasa (18/10) lalu.
Menariknya, adapula penyerahan award kepada tiga kader mendunia yang sudah memberikan kontribusi besar untuk perkaderan. Ketiganya adalah Drs. Mohammad Djazman Al-Kindi, Prof. Dr. A. Malik Fadjar, M.Sc. dan Ir. Dasron Hamid, M.Sc. Selain itu juga penghargaan untuk enam lembaga yang sukses menghasilkan kader terbaik. Satu di antaranya dari Garut yang mampu melahirkan Ustad Adi Hidayat.
Lebih lanjut, Haedar, sapaan akrabnya menilai bahwa rekonstuksi akder merupakan langkah penting. Karena menurutnya, kunci keberlangsungan Muhammadiyah, Islam, bahkan bangsa tergantung pada manusianya. Maka, dalam Muhammadiyah, kader memiliki peran penting, manusia terpilih dan disebut dengan anak panah Muhammadiyah.
Peran kader terpilih juga tertuang dalan konstruksi Islam dalam risalahnya. Dijelaskan Haedar, Allah memberikan peran dua figur pada manusia. Pertama, yakni sebagai abdullah atau hamba Allah yakni manusia baik yang selalu taat pada tuhan tanpa syarat. Kemudian yang kedua adalah sebagia khalifah di bumi yang diragukan oleh malaikat karena memiliki potensi kontroversi.
“Meski begitu, figur khalifah juga memiliki kelebihan untuk memakmurkan semesta dan bumi. Khalifah juga dinamis dan progresif meski sesekali melakukan kesalahan,” terangnya melanjutkan.
Menurutnya, seorang muslim tidak hanya harus baik tapi juga bisa berguna bagi masyrakat, bangsa dan negara. Itulah yang dimaksudkan dalam hadits sebagai manusia yang paling baik adalah manusia yang bermanfaat.
Maka, Haedar menegaskan bahwa paradigma ini yang harus dipahami. Bagaimana Muhammadiyah merekonstruksi dan mengubah mindset kita tentang kader. Bagaimana seorang kader bisa mencerminkan dan memadukan figur abdullah dan khalifah fil ardh di berbagai macam identifikasi duniawi. Salah satunya yakni dalam dunia pendidikan.
“Maka, dalam agenda inilah saat yang tepat untuk memformulasikan sistem perkaderan untuk menciptakan manusia yang tidak hanya baik dan bersih sebagai hamba, tapi juga manusia yang memahami potensi dan bermanfaat,” ungkap Haedar.
Dalam kesempatan yang sama, Rektor UMM Dr. Fauzan, M.Pd. menilai bahwa Rakornas ini bukan menjadi agenda rutin semata. Karena menurutnya, hal yang rutin bisa membuat terlena dan akhirnya lupa diri. Meski memang ini menajdi ritual organisasi, tapi Fauzan menekankan bahwa para peserta memaknainya sebagai sesuatu yang tidak biasa-biasa saja.
“Harapan besarnya yakni mampu melakukan perubahan mindset dalam mendesain dan mengembangkan sistem perkaderan Muhammadiyah sesuai dengan apa yang dibutuhkan di masa depan,” tegas rektor asal Kediri itu. (wil)