Sosok Jmroji ketika memberikan materi kepada mahasiswa (Foto: Istimewa) |
Indonesia belakangan dibuat ramai dengan pemberitaan kasus kematian Brigadir J yang diduga dibunuh oleh Jenderal Polisi. Tentu adanya kasus yang melibatkan pembunuhan internal kepolisian membuat citra polisi memburuk. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menuturkan beberapa hari yang lalu bahwa gara-gara kasus tersebut, citra polisi menurun hingga 23% dan menjadi PR besar, utamanya Humas Polri.
Jamroji, S.Sos, M.Comms. selaku dosen Prodi Ilmu Komunikasi UMM menuturkan jika langkah yang diambil oleh humas Polri belakangan sudah tepat. Utamanya dalam memperbaiki citra polisi yang buruk di masyarakat. Kepiawaian Polri dalam menangani kasus ini dinilai sigap untuk mengungkapkan fakta sesungguhnya ke masyarakat, meskipun nanti dampaknya akan merembet ke banyak orang.
“Dari sisi manajemen krisis sudah bagus, karena Kapolri langsung berbicara di depan media. Tentu ini menjadi kesempatan bagi Polri untuk mengubah krisis menjadi sesuatu yang positif. Selesaikan secara objektif dan jangan ada manipulasi informasi kembali,” ujarnya.
Baca juga : PPG UMM: Guru Faktor Utama Songsong Indonesia Emas 2045
Jamroji, sapaan akrabnya, menjelaskan bahwa manajemen krisis yang dihadapi oleh humas Polri adalah mengontrol segala arus informasi dari tingkat pusat hingga ke daerah. Dikhawatirkan nanti pusat sudah mengkonstruksi dan memframing secara transparan, tapi di daerah malah sebaliknya.
“Hal terpenting adalah Polri harus bisa mengontrol sampai ke bawah. Selama kasus diurus, jangan sampai ada sesuatu yang mencederai rasa keadilan masyarakat,” tegasnya.
Ia menekankan kepada Polri untuk dapat sigap menyampaikan informasi secara cepat dan faktual, apalagi di tengah era sosial media saat ini. Dampaknya, masyarakat bisa menerima informasi sangat cepat dan terfragmentasi luar biasa berdasarkan media yang dipilih. “Media center Polri harus punya newsroom mengenai informasi apa saja yang perlu disampaikan dan dieksekusi ke seluruh sosial media,” terang Jamroji.
Lebih lanjut, masyarakat saat ini mencari informasi bukan hanya dari media mainstream atau berita, tetapi dari media sosial. Beranjak dari hal tersebut, Polri juga harus menyelami sosial media sebagai sarana menyampaikan informasi secara cepat dan responsif.
“Media sosial bukan hanya dijadikan wadah posting pencapaian, tapi juga mengomentari tiap aduan yang ada di sosial media. Jika hanya dijadikan tempat posting lalu tinggal, maka tentu itu seperti telah menghianati ciri medsos yang interaktif,” ungkap Jamroji.
Baca juga : Menko PMK Tegaskan ke Wali Maba UMM Tiga Ujung Tombak Cetak Generasi Emas
Baginya, karena polri adalah lembaga publik, maka sangat berbeda berbeda humas di perusahaan dengan lembaga publik seperti polri. Sebab yang menyoroti polri sangat banyak dan masyarakat berhak memperoleh informasi.
“pekerja humas di polri harus memiliki keahlian khusus, yaitu integritas. Karena polri telah krisis indetitas, sehingga orang humas harus punya integritas tinggi. Artinya tidak memihak A atau B, namun memihak yang benar. kalau polisi mempunya integritas dan profesional, maka semua akan mulus. Masih ada oknum polisi yg kurang punya integritas dan profesional dalam menjalankan tugasnya. Masih banyak kita temui video² candid kejadian penyuapan kepada petugas,” kata Jamroji
Dosen lulusan dari alumni School Communication and Arts, Edith Cowan University, Western Australia mengingatkan kepada Polri jika yang berkewajiban untuk memiliki integritas bukan hanya humas, tetapi semua anggota polri. Sebab semua anggota polri adalah humas. Baik buruknya citra polisi tergantung dari orangnya. “PR humas sekarang adalah menyadarkan semua anggota polri adalah humas dari polri itu sendiri,” pungkasnya (ros/wil)