Nu'man komentari pelaksanaan tilang online. (Foto: Istimewa) |
Penindakan tilang adalah salah satu upaya untuk membentuk keteraturan. Dalam penerapan hukum pidana, tilang merupakan salah satu sanksi pidana yang sangat penting dan diatur oleh undang-undang, yaitu KUHP. Terbaru, pemerintah telah melaksanakan penyederhanaan penanganan pelanggaran lalu lintas melalui Electronic Traffic Law Enforcement System (ETLE) atau tilang elektronik.
Terkait hal itu, Dosen Fakultas Hukum (FH) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Nu’man Aunuh S.H M.Hum. memberikan tanggapannya. Ia menilai adanya tilang elektronik ini membuat masyarakat semakin patuh berkendara. Pun dengan upaya mengurangi interaksi dalam proses penilangan, sehingga dapat menekan angka pungli di lapangan.
“Kebijakan tilang elektronik ini memberikan dampak positif, baik masyarakat maupun kepolisian. Masyarakat menjadi disiplin dan patuh ketika berkendara. Sementara pihak kepolisian tidak memiliki citra buruk terkait berita pungli serta mengembalikan wibawa penegak hukum,” urai Nu’man.
Nu’man, sapaan akrabnya juga mengatakan pengenaan tilang elektronik dapat berjalan dengan efektif dan sejalan dengan tujuan pidana modern. Selain mencegah pelanggaran lalu lintas, tilang online ini juga memberikan efek jera. Hal itu karena masyarakat akan merasa selalu diawasi melalui CCTV meski tidak ada polisi yang yang berjaga. Baik itu di lampu merah maupun di sepanjang jalan.
Sayangnya, jika sarana dan prasarana belum memadai, maka kebijakan dan peraturan tersebut tidak akan berjalan maksimal. “Harus dipahami juga bahwa teknologi tersebut perlu dibarengi dengan sistem pengawasan yang baik. Sehingga pelanggar dari individu tidak memiliki celah untuk melanggar,” tegas Nu’man.
Selain itu, kerjasama masyarakat juga diperlukan agar tilan elektronik ini bisa berjalan efisien. Kesadara mereka bisa dihidupkan melalui sederet sosialisasi di berbagai platform terkait cara berkendara. Bisa melalui media sosial maupun turun langsung ke lapangan.
Ia menilai bahwa perlu waktu untuk meningkatkan kesadaran masyarakata akan ketertiban berkendara. Menurutnya, perlu dua hingga lima tahun ke depan hingga para pengendara bisa sadar dan mawas diri saat berada di jalan. “Jika terwujud, hal ini tentu mendukung kepolisian sebagai institusi agar bisa memberikan kepastian hukum,” katanya.
Di sisi lain, ada dampak engatif yang dihasilkan dengan adanya tilang elektronik. Salah satunya adalah semakin jauh jarak interaksi antara kepolisian dan masyarakat. Maka harus ada upaya mendekatkan kepolisian dengan warga sehingga mereka merasa diayomi dan dilindungi. Hal itu juga menjadi langkah mengembbalikan kepercayaan masyarakat. (and/wil)