UMM Gembleng Pustakawan Melek Literasi Informasi

Author : Humas | Jum'at, 17 Maret 2017 14:43 WIB

MENYIKAPI perubahan fungsi perpustakaan di era digital native serta mempersiapkan diri memberi pelayanan terbaik pada pemustaka, perpustakaan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menggelar Training of Trainer (ToT) bertema “Membangun Budaya Akademik Literasi Informasi dan Literasi Digital”, Kamis-Sabtu (16-18/3) di Hotel UMM Inn.

Dunia yang kini berada pada era digital native menjadikan informasi begitu mudah diakses. Namun, sebaliknya survei membuktikan bahwa tingkat literasi informasi mahasiswa di Indonesia tergolong rendah. Demikian disampaikan Kepala Bagian Kerjasama Perpustakaan Universitas Pelita Harapan Dhama Gustiar, salah satu pemateri.

Pada bahasan literasi informasi, perpustakaan menempati posisi strategis, baik dari sisi fisik sebagai fasilitas maupun pustakawan sebagai sumber penting pemustaka. Namun, dikatakan Wakil Rektor I UMM, Prof. Dr. Syamsul Arifin, M. Si., memasuki tahun 80-an, masyarakat dunia berada pada fase ketiga, yakni fase informasi setelah melalui fase agrikultur dan industri. Ini adalah era di mana arus informasi beredar sangat cepat. Permasalahannya, perkembangan teknologi dan cepatnya arus informasi mengakibatkan masyarakat, utamanya kaum muda ingin segalanya serba cepat.

“Dalam dunia akademik, hal ini bisa berimbas pada hilangnya semangat mahasiswa untuk membuat karya tulis yang orisinil. Bukan rahasia kalau mahasiswa membuat karya tulis dengan copy-paste. Padahal praktik seperti ini adalah praktik ‘terkutuk’ di bidang akademik,” urai Syamsul.

Dhama menambahkan, di Indonesia, pustakawan umumnya mengantongi ijazah S1 Perpustakaan. Hal ini terbilang aneh menurutnya. Pasalnya, di berbagai negara, ilmu kepustakaan malah diraih pada program magister. Sementara, ijazah sarjana adalah ilmu tertentu selain kepustakaan.

“Kalau S1 ilmu yang lain, S2 baru ilmu perpustakaan, maka pustakawan akan menjadi subject specialist, karena tak hanya ahli dalam pengelolaan perpustakaan, melainkan juga memiliki keahlian bidang ilmu tertentu. Sehingga, misalnya ada orang yang menanyakan tentang referensi biologi, pustakawan akan memiliki keahlian di bidang tersebut,” bebernya.

Kegiatan ini diikuti oleh 40 pustakawan dari Forum Perpustakaan Perguruan Tinggi Indonesia (FPPTI) Jawa Timur, Muhammadiyah dan Aisyiyah. Tak hanya mempelajari masalah literasi informasi di antara berbagai jenis literasi lainnya, mereka juga digembleng mengenai analisa kebutuhan informasi, penelusuran sumber informasi, hingga penanggulangan plagiarisme. (ich/han)

Shared:

Komentar

Tambahkan Komentar


characters left

CAPTCHA Image