Wakil Rektor II, Nazaruddin saat memberi sambutan dalam acara Koordinasi Pembentukan PMSM Indonesia Cabang Malang dan Implementasi SKKNI Bidang MSDM. |
PERKEMBANGAN pengelolaan sumber daya manusia memberikan gambaran detail dan komprehensif bahwa ke depan yang dihadapi dalam menggerakan Manajemen Sumber Daya Manusia (MDSM) di Indonesia menuntut respon yang lebih baik.
“Studi-studi yang dilakukan di perguruan tinggi terkait praktik MSDM biasanya dilihat dari aspek behavioral approach atau pendekatan perilakulewatpendekatan kelompok yang cenderung individual dalam menyelesaikan persoalan-persoalan SDM,” kata Wakil Rektor II Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Dr. Nazaruddin Malik, M.Si. pada gelaran Koordinasi Pembentukan Perhimpunan Manajemen Sumber Daya Manusia (PMSM) Indonesia Cabang Malang di Ruang Sidang Senat UMM, Kamis (6/4).
Sehingga, dijelaskan Nazaruddin, pendekatan yang lebih sistemik dibutuhkan untuk mendesain dan me-redesain organisasi serta melakukan perubahan melalui organisasi.
“Sehingga aspek behavioral juga dapat dilihat hasilnya. Perubahan sistemik berbasis behavioral inilah yang masih jarang menjadi kajian di perguruan tinggi,” ujar Nazaruddin yang juga merupakan dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UMM ini.
Perguruan tinggi juga harus memiliki hubungan yang kuat dengan praktisi, memadukan pikiran juga harus saling men-suport satu sama lain. Terutama bagaimana agar perguruan tinggi bisa menyiapkan lulusan-lulusan yang memiliki kompetensi yang memungkinkan mereka bergerak di bidang industri maupun jasa dengan baik
Gaung pembentukan PSMS Cabang Malang sebenarnya telah lama terdengar. Namun demikian, dinilai Nazaruddin, selama ini kegiatan-kegiatan di wilayah Jawa Timur masih bersifat parsial dan sporadis, utamanya mereka yang berada di lingkungan yang bergerak di bidang industri manufaktur.
Diakui Nazaruddin, dibanding Dewan Pimpinan Cabang (DPC) di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang serta Bekasi, aktivitas PMSM di wilayah Jawa Timur cenderung kurang. “Mungkin karena pertautan langsung dengan para karyawan utamanya buruh, mengakibatkan mereka sangat intens melakukan koordinasi,” terang Nazarudin.
Dilanjutkan Nazaruddin, kualifikasi kompetensi menjadi persoalan yang juga penting. Bahkan di perguruan tinggi, seorang sarjana harus memiliki sertifikat pendamping ijazah yang menunjukan kompetensi seorang mahasiswa.
“Perguruan tinggi utamanya perguruan tinggi swasta dengan segala kompleksitasnya, dituntut untuk menjalankan pengelolaan SDM yang lebih baik, seperti kompleksitas pengelolaan insfrastruktur yang sangat luas seperti di UMM,” tukasnya.
Di samping itu, rapat pembentukan kepengurusan PSMS ini juga sekaligus mensosialiasikan Implementasi Sertifikat Kompetensi Kerja Nasional Indonesia. (can/han)