Luluk Dwi Kumalasari, M.Si., Dosen Sosiologi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) (Foto : Zafira Humas) |
Beberapa waktu lalu, viral video tes kehamilan untuk siswi di salah satu kabupaten di Jawa Barat. Hal itu memantik berbagai opini dan pandangan. Termasuk dari kacamata sosiologi yang disampaikan dosen sosiologi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Luluk Dwi Kumalasari, M.Si. Menurutnya, meski pihak sekolah memiliki otoritas dalam kebijakan atas lingkungan sekolah yang dikelolanya, namun tidak menutup kemungkinan kebijakan yang dijalankan salah karena tidak mengacu pada aturan yang ada. Apalagi jika tanpa koordinasi yang jelas dengan pihak terkait.
“Maka perlu untuk menggandeng berbagai instansi agar proses penerapan kebijakan pada lingkungan sekolah tetap berada dalam koridor edukasi dan sosiolasi terkait,” kata Luluk mengenai isu sekolah yang mengadakan tes kehamilan pada siswinya.
Baca juga : Seminar FH UMM: Pentingnya Sinkronisasi RUU Kejaksaan dan KUHAP
Ia juga menyayangkan adanya berbagai foto dan video yang telah tersebar dan viral di media sosial saat para siswinya sedang melakukan tes urine dengan headline tes kehamilan. Menurutnya, hal tersebut merugikan terutama bagi siswa perempuan dan memberi dampak psikologis yang panjang. Terutama jika tidak ada pernyataan sikap yang jelas dari pihak sekolah. Melihat pada berbagai kasus yang ada termasuk pelecehan seksual, pihak perempuan banyak menjadi korban diskriminasi dan disalahkan dalam hal ini. Maka dari itu Luluk berharap pihak sekolah bisa lebih berhati-hati dalam melihat, membaca, serta memahami kebijakan apa saja yang akan diterapkannya.
“Jika memang pihak sekolah berdalih bahwasannya tes urine tersebut dilakukan dengan urgensi untuk pencegahan narkoba, maka sekolah tetap harus menggandeng dinas dan lembaga terkait yang berwenang. Sehingga proses penerapan kebijakan tersebut akan berjalan dengan baik dan tidak salah kaprah,” Tambahnya.
Dalam hal ini Luluk mengatakan, perlunya edukasi serta sosialisasi terkait persoalan reproduksi dan seksualitas dalam setiap jenjang sekolah. Ini menjadi upaya agar kasus penyimpangan bisa dikurangi dan tidak terjadi lagi di lingkungan sekolah. Meski begitu Luluk menyadari, pengawasan pada anak dibawah umur tetap menjadi tanggung jawab utama pihak keluarga. Namun tidak menutup kemungkinan, sekolah dan juga masyarakat ikut terlibat menjadi pihak penting dalam pengawasannya.
Baca juga : Hampir 9 ribu Lulusan Profesi Guru UMM Lulus Berjamaah
“Memang sulit untuk selalu mengawasi anak setiap harinya, mengingat sekarang zaman sudah semakin maju dan orang tua tetap akan mudah kecolongan dalam pengawasannya. Maka dari itu, anak tetap selalu butuh pendampingan dan dipahamkan dengan baik terkait dampak dari perilaku menyimpang tersebut,” ujar Luluk memberi arahan.
Terakhir, Luluk juga menghimbau kepada masyarakat agar tidak mudah percaya dengan berbagai berita viral yang bersifat simpang siur. Karena dengan menggali fakta yang ada di lapangan, masyarakat dapat lebih bijak dalam bersikap mengenai suatu isu yang beredar. (zaf/wil)