(REUTERS/Mohammed Dabbous)
|
VIVAnews - Berbagai fraksi oposisi penentang rezim Bashar al-Assad di Suriah memutuskan mengesampingkan perbedaan dan bersatu membentuk pemerintahan di pengasingan. Langkah terbaru ini diharapkan dapat mendorong negara-negara Barat dan Arab untuk semakin mendukung perjuangan mereka menggulingkan Assad.
Diberitakan Reuters, keputusan ini diambil pada rapat oposisi di Doha, Qatar, pada Minggu, 11 November 2012. Pertemuan tersebut dihadiri kelompok oposisi dari kubu pejuang pemberontak, veteran, dan kelompok etnis dan agama minoritas.
Mereka sepakat untuk bersatu dan membentuk pemerintahan sendiri. Secara mufakat, ulama moderat asal Damaskus, Mouas al-Khatib, terpilih menjadi presidennya. Dipilih juga dua wakil presiden adalah Riad Seif and Suhair Atassi, dan sekretaris jenderal Mustafa al-Sabagh.
Khatib adalah ulama yang pernah menjadi imam di mesjid Umayyah di Damaskus. Sebagai presiden pemerintahan pengasingan Suriah, dia menyerukan para tentara Suriah untuk membelot dan seluruh sekte untuk bersatu.
"Kami menyerukan kemerdekaan untuk setiap Sunni, Alawi, Ismaili (Syiah), Kristen dan Druze. Kami juga menyerukan dipenuhinya hak-hak seluruh rakyat Suriah untuk hidup harmonis," kata Khatib.
Pembentukan pemerintahan tandingan ini mendapatkan dukungan dari berbagai pihak. Salah satunya adalah dari Perdana Menteri Qatar, Sheikh Hamad bin Jassim. "Kami akan berjuang untuk membuat pemerintahan baru ini dikenali semua pihak, sebagai perwakilan yang sah dari rakyat Suriah," kata Jassim.
Pemerintah Amerika Serikat juga menyatakan dukungannya untuk persatuan kelompok oposisi tersebut. Sementara itu, Perdana Menteri Turki Ahmed Davutoglu mengatakan bahwa kini tidak ada alasan lagi bagi negara-negara untuk tidak mendukung Suriah.
Sementara itu, kekerasan masih terus berlanjut di Suriah. Kelompok aktivis memperkirakan, korban tewas sejak revolusi Suriah pecah tahun lalu telah lebih dari 30.000 orang, kebanyakan wanita dan anak-anak.