Business Competition Supervisory Commission (KPPU) Commissioner Dr Sukarmi MH speaking on how to overcome an issues of conglomeration and monopoly. |
UNFAIR policy could affect the nation economic system and social inequality. Namely mentioned by the Business Competition Supervisory Commission (KPPU) of the Republic of Indonesia (RI) Commissioner Dr Sukarmi MH about appearance of conglomeration and monopoly effort due to number of certain businessmen and political elite are too close.
It was delivered by Sukarmi on a guest lecture of Faculty of Law (FH) University of Muhammadiyah Malang (UMM) at auditorium of UMM on Monday (10/4). He pointed out in 1999, in which the majority of Indonesian people were on the poverty rate, because neither of them could start a business. "Businesses can only be done by people whose economy is above average," Sukarmi said.
According to Sukarmi, businessman who close to the power elite got more easy that totally over, which affected against social inequality. The appearance of conglomeration and a small group of powerful businessman, which are not supported by true entrepreneurial spirit is one of the factors that caused economic to be fragile and unable to compete.
In addition, the social conditions that still have not been able to participate in business opportunities, development of private enterprises also are dominated by government policies that are not properly good. The business actors that come from middle to high class have been making it as an opportunity to hoard more profits. "Based on this phenomenon, in 1999, the Commission had issued a policy on healthy business competition," said Sukarmi in front of hundreds of UMM law students.
A policy that issued is the Law No. 5 of 1999 on the Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition. The main purpose of the Act, Sukarmi added that to create a healthy competition. Thus, economic growth and market economy will be more efficient. Additionally, Sukarmi explained that through the regulation, so consumers will have many choices for goods or services that available on the market.
On the occasion, the head of banking research institute East Java also delivered many benefits from the Act. At least the running of act will fulfill the needs of consumers in the marketplace. So the Products will be more diverse both goods and services. "Every goods purchased by consumers will be directly equal to the paid price," added Sukarmi. (Naz)
Selain itu, kondisi masyarakat yang belum mampu berpartisipasi dalam peluang usaha, perkembangan usaha swasta juga lebih didominasi dengan kebijakan pemerintah yang kurang tepat. Para pelaku usaha yang berasal dari masyarakat menengah ke atas menjadikan hal tersebut sebagai peluang untuk mengambil banyak keuntungan. “Berkaca pada fenomena tersebut, pada tahun 1999, KPPU mengeluarkan kebijakan mengenai persaingan usaha yang sehat,” jelas Sukarmi di hadapan ratusan mahasiswa FH UMM.
Kebijakan yang dikeluarkan adalah UU Nomor 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Tujuan utama diputuskannya UU tersebut, lanjut Sukarmi, tidak lain untuk menciptakan persaingan sehat. Dengan begitu, pertumbuhan ekonomi dan ekonomi pasar akan lebih efisien. Selain itu, Sukarmi memaparkan, dengan adanya peraturan tersebut konsumen memiliki banyak pilihan atas barang atau jasa yang tersedia di pasar.
Dalam kesempatan tersebut, ketua lembaga riset perbankan Jawa Timur itu juga menyampaikan berbagai manfaat dari tercentusnya UU tersebut. Setidaknya berjalannya UU tersebut akan memenuhi kebutuhan konsumen terhadap pasar. Produk yang diperjualbelikan akan semakin beragam meliputi barang maupun jasa. “Setiap barang yang dibeli oleh konsumen akan berbanding lurus dengan harga yang dibayarkan,” imbuh Sukarmi. (jal/han)
Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Dr Sukarmi MH saat berbicara tentang upaya mengatasi konglomerasi dan monopoli. |
KEBIJAKAN yang tidak adil dapat berpengaruh padah rusaknya tata ekonomi bangsa dan kesenjangan sosial. Salah satunya yang disebutkan oleh komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Republik Indonesia (RI) Dr Sukarmi MH tentang munculnya konglomerasi dan monopoli usaha lantaran kedekatan sejumlah pengusaha tententu dengan elit politik.
Hal tersebut disampaikan Sukarmi saat kuliah tamu Fakultas Hukum (FH) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) di Auditorium UMM, Senin (10/4). Ia mencontohkan pada 1999, di mana mayoritas warga Indonesia masih di bawah angka kemiskinan, karena tidak dari mereka yang bisa memulai bisnis. “Bisnis hanya bisa dilakukan oleh masyarakat yang ekonominya di atas rata-rata,” ungkap Sukarmi.
Menurut Sukarmi, para pengusaha yang dekat dengan elit kekuasaan mendapatkan kemudahan-kemudahan yang berlebih sehingga berdampak kepada kesenjangan sosial. Munculnya konglomerasi dan sekelompok kecil pengusaha kuat yang tidak didukung oleh semangat kewirausahaan sejati merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan ketahanan ekonomi menjadi sangat rapuh dan tidak mampu bersaing pada saat itu.
Selain itu, kondisi masyarakat yang belum mampu berpartisipasi dalam peluang usaha, perkembangan usaha swasta juga lebih didominasi dengan kebijakan pemerintah yang kurang tepat. Para pelaku usaha yang berasal dari masyarakat menengah ke atas menjadikan hal tersebut sebagai peluang untuk mengambil banyak keuntungan. “Berkaca pada fenomena tersebut, pada tahun 1999, KPPU mengeluarkan kebijakan mengenai persaingan usaha yang sehat,” jelas Sukarmi di hadapan ratusan mahasiswa FH UMM.
Kebijakan yang dikeluarkan adalah UU Nomor 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Tujuan utama diputuskannya UU tersebut, lanjut Sukarmi, tidak lain untuk menciptakan persaingan sehat. Dengan begitu, pertumbuhan ekonomi dan ekonomi pasar akan lebih efisien. Selain itu, Sukarmi memaparkan, dengan adanya peraturan tersebut konsumen memiliki banyak pilihan atas barang atau jasa yang tersedia di pasar.
Dalam kesempatan tersebut, ketua lembaga riset perbankan Jawa Timur itu juga menyampaikan berbagai manfaat dari tercentusnya UU tersebut. Setidaknya berjalannya UU tersebut akan memenuhi kebutuhan konsumen terhadap pasar. Produk yang diperjualbelikan akan semakin beragam meliputi barang maupun jasa. “Setiap barang yang dibeli oleh konsumen akan berbanding lurus dengan harga yang dibayarkan,” imbuh Sukarmi. (jal/han)
Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Dr Sukarmi MH saat berbicara tentang upaya mengatasi konglomerasi dan monopoli. |
KEBIJAKAN yang tidak adil dapat berpengaruh padah rusaknya tata ekonomi bangsa dan kesenjangan sosial. Salah satunya yang disebutkan oleh komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Republik Indonesia (RI) Dr Sukarmi MH tentang munculnya konglomerasi dan monopoli usaha lantaran kedekatan sejumlah pengusaha tententu dengan elit politik.
Hal tersebut disampaikan Sukarmi saat kuliah tamu Fakultas Hukum (FH) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) di Auditorium UMM, Senin (10/4). Ia mencontohkan pada 1999, di mana mayoritas warga Indonesia masih di bawah angka kemiskinan, karena tidak dari mereka yang bisa memulai bisnis. “Bisnis hanya bisa dilakukan oleh masyarakat yang ekonominya di atas rata-rata,” ungkap Sukarmi.
Menurut Sukarmi, para pengusaha yang dekat dengan elit kekuasaan mendapatkan kemudahan-kemudahan yang berlebih sehingga berdampak kepada kesenjangan sosial. Munculnya konglomerasi dan sekelompok kecil pengusaha kuat yang tidak didukung oleh semangat kewirausahaan sejati merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan ketahanan ekonomi menjadi sangat rapuh dan tidak mampu bersaing pada saat itu.
Selain itu, kondisi masyarakat yang belum mampu berpartisipasi dalam peluang usaha, perkembangan usaha swasta juga lebih didominasi dengan kebijakan pemerintah yang kurang tepat. Para pelaku usaha yang berasal dari masyarakat menengah ke atas menjadikan hal tersebut sebagai peluang untuk mengambil banyak keuntungan. “Berkaca pada fenomena tersebut, pada tahun 1999, KPPU mengeluarkan kebijakan mengenai persaingan usaha yang sehat,” jelas Sukarmi di hadapan ratusan mahasiswa FH UMM.
Kebijakan yang dikeluarkan adalah UU Nomor 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Tujuan utama diputuskannya UU tersebut, lanjut Sukarmi, tidak lain untuk menciptakan persaingan sehat. Dengan begitu, pertumbuhan ekonomi dan ekonomi pasar akan lebih efisien. Selain itu, Sukarmi memaparkan, dengan adanya peraturan tersebut konsumen memiliki banyak pilihan atas barang atau jasa yang tersedia di pasar.
Dalam kesempatan tersebut, ketua lembaga riset perbankan Jawa Timur itu juga menyampaikan berbagai manfaat dari tercentusnya UU tersebut. Setidaknya berjalannya UU tersebut akan memenuhi kebutuhan konsumen terhadap pasar. Produk yang diperjualbelikan akan semakin beragam meliputi barang maupun jasa. “Setiap barang yang dibeli oleh konsumen akan berbanding lurus dengan harga yang dibayarkan,” imbuh Sukarmi. (jal/han)
Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Dr Sukarmi MH saat berbicara tentang upaya mengatasi konglomerasi dan monopoli. |
KEBIJAKAN yang tidak adil dapat berpengaruh padah rusaknya tata ekonomi bangsa dan kesenjangan sosial. Salah satunya yang disebutkan oleh komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Republik Indonesia (RI) Dr Sukarmi MH tentang munculnya konglomerasi dan monopoli usaha lantaran kedekatan sejumlah pengusaha tententu dengan elit politik.
Hal tersebut disampaikan Sukarmi saat kuliah tamu Fakultas Hukum (FH) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) di Auditorium UMM, Senin (10/4). Ia mencontohkan pada 1999, di mana mayoritas warga Indonesia masih di bawah angka kemiskinan, karena tidak dari mereka yang bisa memulai bisnis. “Bisnis hanya bisa dilakukan oleh masyarakat yang ekonominya di atas rata-rata,” ungkap Sukarmi.
Menurut Sukarmi, para pengusaha yang dekat dengan elit kekuasaan mendapatkan kemudahan-kemudahan yang berlebih sehingga berdampak kepada kesenjangan sosial. Munculnya konglomerasi dan sekelompok kecil pengusaha kuat yang tidak didukung oleh semangat kewirausahaan sejati merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan ketahanan ekonomi menjadi sangat rapuh dan tidak mampu bersaing pada saat itu.
Selain itu, kondisi masyarakat yang belum mampu berpartisipasi dalam peluang usaha, perkembangan usaha swasta juga lebih didominasi dengan kebijakan pemerintah yang kurang tepat. Para pelaku usaha yang berasal dari masyarakat menengah ke atas menjadikan hal tersebut sebagai peluang untuk mengambil banyak keuntungan. “Berkaca pada fenomena tersebut, pada tahun 1999, KPPU mengeluarkan kebijakan mengenai persaingan usaha yang sehat,” jelas Sukarmi di hadapan ratusan mahasiswa FH UMM.
Kebijakan yang dikeluarkan adalah UU Nomor 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Tujuan utama diputuskannya UU tersebut, lanjut Sukarmi, tidak lain untuk menciptakan persaingan sehat. Dengan begitu, pertumbuhan ekonomi dan ekonomi pasar akan lebih efisien. Selain itu, Sukarmi memaparkan, dengan adanya peraturan tersebut konsumen memiliki banyak pilihan atas barang atau jasa yang tersedia di pasar.
Dalam kesempatan tersebut, ketua lembaga riset perbankan Jawa Timur itu juga menyampaikan berbagai manfaat dari tercentusnya UU tersebut. Setidaknya berjalannya UU tersebut akan memenuhi kebutuhan konsumen terhadap pasar. Produk yang diperjualbelikan akan semakin beragam meliputi barang maupun jasa. “Setiap barang yang dibeli oleh konsumen akan berbanding lurus dengan harga yang dibayarkan,” imbuh Sukarmi. (jal/han)