Ilustrasi
Oleh: Sagita Purnomo
Pemerintah dibawah komando Presiden Jokowi tengah serius melakukan pemberantasan Pungutan Liar (pungli) sampai keakar-akarnya. Pungli telah memberi dampak sangat buruk bagi kehidupan bangsa Indonesia.
Hampir disetiap institusi dan instansi tingkat pusat maupun daerah, ada saja oknum tak bertanggungjawab melakukan pungli level kakap hingga sepuluh ribuan. Menimbang kondisi sedemikian, sangat wajar jika status Indonesia berada diambang batas darurat pungli. Di Sumatera Utara, khususnya Kota Medan, masalah pungli sangatlah memprihatinkan. Bahkan sangkin memprihatinkannya, pungli di Kota Medan mendapat perhatian langsung dari Pak Presiden.
Pada September lalu, Presiden Jokowi langsung memerintahkan Kapolri untuk mengusut tuntas pungli dwelling time di Pelabuhan Belawan. Tim investigasi Polri berhasil menangkap sejumlah tersangka, kasus ini masih terus didalami untuk mengungkap peran oknum aparat yang terlibat di dalamnya.
Bukan hanya itu, Polrestabes Medan juga berhasil menangkap 3 oknum Petugas Dinas Perhubungan di Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB) dan Jembatan Timbang Desa Bandar Baru Kecamatan Sibolangit. Tak tanggung-tanggung omset dari pungli yang melibatkan atasan tersebut mencapai Rp. 500 juta/bulan.
Lain lagi halnya dengan kasus oknum Polantas di Labuhan Batu kedapatan ‘merogoh’ kantong pengendara yang ditilangnya. Rekaman video peristiwa memalukan tersebut beredar melalui dunia maya dan langsung menjadi pemberitaan nasional. Kasus-kasus diatas merupakan bagian kecil dari maraknya praktek Pungli yang terjadi di Sumut, khususnya Kota Medan. Maraknya praktek pungli ini menunjukkan bahwa pimpinan/pejabat terkait gagal dalam membina serta mengawasi anggotanya juga tidak mampu membuat kebijakan pencegahan dan pemberantasan pungli.
Tak Sigap
Banyak pihak yang beranggapan bahwa turuntangannya presiden ke lapangan menindak pungli merupakan satu pencitraan belaka. Memang jika ditinjau dari tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) maupun jobdes, kewenangan menindak pungli pada satu tempat harusnya dilakukan langsung oleh pimpinan atau pejabat terkait yang bertanggungjawab penuh terhadap instansinya. Namun Presiden terpaksa harus turun tangan langsung karena pejabat yang bersangkutan tidak memiliki kemauan dan keberanian menindak.
Praktik pungli di Kota Medan sangat marak dan nyaris setiap hari di berbagai lini. Sebagai contoh banyak oknum jukir liar yang memungut retribusi parkir diluar tarif dan lokasi resmi. Ini merupakan bentuk pungli yang paling mainstream dan dibiarkan begitu saja. Bukan hanya itu, banyak juga oknum PNS Kelurahan yang meminta uang kepada warga dalam pembuatan surat pengantar maupun layanan administrasi publik lainnya.
Pungli yang dilakukan oleh preman maupun organisasi kepemudaan juga terus tumbuh subur di kota ini. Dengan modus uang keamanan, kebersihan, sumbangan partisipasi dan sukarela, para preman menyebar proposal ’abal-abal’ ke sejumlah warga, khususnya para pengusaha. Sayangnya, meski kepolisian dan pimpinan instansi pihak terkait telah membentuk satgas khusus pemberantasan premanisme maupun forum pengaduan warga, pungli seperti ini masih saja terus terjadi. Artinya, mereka telah gagal dalam mencegah dan melindungi masyarakat Kota Medan dari pungli.
Kepolisian juga tak mau ketinggalan dalam urusan pungli. Rasanya sudah belasan kali Satlantas Polresta Medan melakukan penertiban terhadap sejumlah calo yang bebas berkeliaran, namun tetap saja sampai saat ini masih banyak calo yang dengan terang-terangan menawarkan jasanya membantu pembuatan SIM.
Begitu juga oknum polisi di sejumlah Polsek yang tidak segan meminta biaya administrasi dalam pembuatan surat keterangan hilang dan laporan. Parahnya lagi, jika laporan/kasus ingin cepat ditangani, korban harus memberikan sejumlah uang bensin kepada oknum polisi tersebut, jika tidak kasus akan terlantar begitu saja tanpa diproses.
Advokat yang notabenya adalah penegak hukum, ternyata juga tak luput dari jeratan pungli oknum pegawai pengadilan. Dalam pendaftaran surat kuasa khusus dan leges alat bukti, harus mengacu pada Peraturan pemerintah (PP) Nomor 53 Tahun 2008 Tentang Jenis dan Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (BNPB) yang berlaku pada Mahkamah Agung (MA) dan Pengadilan yang berada dibawahnya. Tarif resmi BNPB dalam PP tersebut adalah Rp. 5.000 untuk surat kuasa dan Rp. 3.000 untuk leges alat bukti. Namun yang terjadi pihak yang berkepentingan harus mengeluarkan uang sebesar Rp. 50.000 untuk leges surat kuasa dan Rp.5.000 sampai Rp. 7.000 untuk leges alat bukti. Sungguh ironi.
Mirisnya lagi pungli juga terjadi di sejumlah sekolah Kota Medan, khususnya yang sekolah negeri dan menyandang status favorit. Uang pendaftaran hingga belasan juta, biaya les tambahan yang tak wajar, uang kegiatan khusus, hingga uang buku yang setinggi langit, merupakan tindakan pungli yang sering dilakukan oknum sekolah terhadap para siswanya. Modus pungli seperti ini sudah bukan barang baru lagi bagi warga Medan, media masa juga sangat gencar mengkritisi. Namun baik dari Dinas Pendidikan Maupun Wali Kota Medan sejauh ini belum ada mengambil tindakan tegas terhadap pungli di sekolah tersebut.
Harusnya Walikota Medan dapat mencontoh sikap tegas Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil, yang langsung memberhentikan tidak hormat terhadap 9 Kepala Sekolah (SD Negeri Sabang, SD Negeri Banjarsari, SD Negeri Cijagra 1 dan 2, SMP Negeri 2, SMP Negeri 5, SMP Negeri 13, SMP Negeri 6, SMP Negeri 7 dan SMP Negeri 44), lantran kedapatan melakukan pungli saat Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2016 yang dilakukan bulan Juni lalu (Tempo.co).
Sejauh ini belum ada upaya berarti yang dilakukan oleh pimpinan Kota Medan dalam menindak para pelaku pungli. Hal inilah yang dikhawatirkan oleh Presiden Jokowi, suatu kondisi dimana pejabat daerah tidak memiliki keberanian dan kemauan memberantas pungli. Alhasil masyarakat menjadi korban paling dirugikan akibat pungli yang semakin marak dan dibiarkan sebagai suatu budaya.
Saber Pungli
Sikap tegas Presiden yang langsung turun tangan memberantas pungli ke wilayah, harusnya menjadi tamparan keras bagi kepala daerah dan pejabat terkait. Ini menunjukkan bahwa Presiden tak lagi percaya kepada pejabat daerah. Fakta inilah yang melatarbelakangi ditekennya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 87 Tahun 2016 mengenai Satgas Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) dan Satgas Penanggulangan Penyelundupan, beberapa waktu lalu. Dalam Perpres ini, Presiden memberi kewenangan bagi satgas untuk melakukan operasi tangkap tangan (OTT) langsung mulai pusat hingga daerah.
“Pungli di Indonesia telah membudaya, karena dari semua lapisan, ini tentu meresahkan masyarakat. Ingat, pungli ini tidak hanya Rp10 ribu, Rp20 ribu, sampai milyaran ada, tentu ini harus kita bersihkan. Agar lebih maksimal, Nanti akan dibentuk unit-unit Saber Pungli dengan satu kriteria, persyaratan, target dan pengawasan tertentu, serta masukan dari masyarakat,” kata Menko Polhukam Wiranto. (Setkab.go.id).
Bagi masyarakat yang menjumpai atau menjadi korban pungli, dapat menyampaikan pengaduan ke Satgas Saber Pungli melalui tiga saluran, yaitu mengisi formulir pengaduan disitus saberpungli.id, layanan SMS selama 24 jam melalui nomor 1193 dan Call Center di 193. Diharapkan dengan dibentuknya Satgas Saber Pungli dengan manajemen pelayanan prima dan kesigapan dalam bertindak, dapat membrantas praktik pungli dalam kehidupan sehari-hari.
Meski mendapat respon positif dari masyarakat luas, Satgas Saber Pungli justru disoal oleh beberapa pejabat. Saber Pungli dinilai mubazir dan justru mengabaikan dan mengambil alih tugas inspektorat jenderal di masing-masing kementerian atau lembaga yang bertugas dalam menindak pungli. Saber Pungli juga dianggap akan melangkahi kewenangan Ombudsman, Polisi, Kejaksaan dan KPK.
Pungli adalah musuh bersama yang harus diperangi secara berkesinambungan. Selain aktif menjemput bola, para pejabat dan pihak berwenang dituntut memiliki keberanian lebih dan konsistensi dalam memerangi pungli. Masyarakat juga dapat berpartisipasi dengan melaporkan pungli yang terjadi dan jangan pernah memberi suap atau gratifikasi untuk mempercepat urusan. Jangan biarkan pungli terus bertambah subur menggerogoti kehidupan bangsa. Mari bersama kita sikat habis pungli !