Para peserta dosen fokus mendalami materi yang disampaikan (Foto : Zaki Humas) |
Sejak adanya kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) di tahun 2020, perguruan tinggi di Indonesia dituntut memberikan ruang kepada mahasiswa untuk dapat menambah kompetensi tambahan. Baik itu dari aspek softskill maupun hardskill dengan mengikuti program MBKM yang ada. Hal tersebut disampaikan oleh Koordinator bidang pembelajaran Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan (Belmawa) Ditjen Pendidikan Tinggi Kemendikbud, Dewi Wulandari pada Bimbingan Teknis Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka Perguruan Tinggi non Vokasi. Acara tersebut diikuti oleh 50 dosen perwakilan dari berbagai perguruan tinggi yang ada di Wilayah LLDIKTI VII Jawa Timur, pada Sabtu (20/8) lalu, yang bertempat di Aula BAU.
Melalui MBKM, mahasiswa di Indonesia dapat mengambil program yang sesuai dengan bakat dan minat mereka. Program tersebut di antaranya adalah kampus mengajar, magang, studi independen, riset dan penelitian, pertukaran mahasiswa merdeka hingga Indonesia International Student Mobility Awards (IISMA). Oleh karena itu, perguruan tinggi memiliki kewajiban untuk memberikan fasilitas kepada mahasiswanya agar bisa mengikuti pembelajaran MBKM.
Baca Juga : Malang Koi Show, Kontes Koi Nasional Garapan UMM
“Menariknya, kegiatan MBKM tersebut nantinya bisa dikonversikan ke dalam satuan kredit semester (SKS) ataupun diselaraskan ke kurikulum pembelajaran prodi. Sayangnya, ada banyak prodi yang masih kesulitan dan kebingungan melakukannya. Jadi, Belmawa bersama UMM berinisiatif mengadakan Bimbingan Teknis dan pendampingan kepada perguruan tinggi di Indonesia dalam membantu para dosen merancang kurikulum yang disesuaikan dengan program MBKM. Sehingga mahasiswa yang mengikuti program MBKM tidak merasa dirugikan,” jelas Dewi.
Baca Juga : Kurikulum CoE Welding Inspector UMM Penuhi Kebutuhan Industri
Dikatakan Dewi, Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak program studi, hampir 4.500 program studi tercatat di Dikti. Jadi, pendampingan ini akan dilakukan bertahap. Menurutnya, hasilnya akan kurang maksimal jika langsung diberikan ke ribuan prodi sekaligus. Oleh karenanya, Belmawa membatasi jumlah prodi yang ikut, yakni sebanyak 50 prodi saja.
Di sisi lain, Rektor UMM Dr. Fauzan, M.Pd, menlai bahwa pendampingann ini dapat memperkuat pengembangan kurikulum. Utamanya yang berorientasi untuk mengantarkan mahasiswa mendapatkan pembelajaran yang sesuai passion. Fauzan juga menjelaskan bahwa UMM kini sedang merancang formula yang memiliki aksesibilitas dan cocok untuk abad ini.
“Salah satu upaya kami yakni dengan membuat program Center for Future of Works (CFW) yang mana menjadi pusat pengembangan keterampilan masa depan. Implementasi program ini salah satunya adalah pendirian puluhan Center of Excellence (CoE) di UMM. sejauh ini, produk pendidikan di Indonesia masih memiliki relevansi yang rendah terhadap tuntutan dunia. Oleh sebab itu, UMM berinisiatif membentuk sekolah CoE ini agar lulusan dari Kampus Putih bisa memiliki skill yang sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh pasar,” tegas Fauzan. (zak/wil)