Tanggapan Dosen FIKES UMM Tentang Kebiasaan Rebahan (Foto: Istimewa). |
Hidup di tengah perkembangan zaman yang serba instan dan mudah, tak jarang membuat masyarakat modern menyukai rebahan. Apalagi hadirnya gadget mampu meminimalisir aktivitas fisik seseorang. Meski terasa nyaman dilakukan, kebiasaan rebahan ternyata memiliki dampak yang buruk. Hal ini disampaikan oleh Dr. Yoyok Bekti Prasetyo, M.Kep., Sp.Kom. selaku dosen Fakultas Ilmu Kesehatan (Fikes) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).
“Masalah rebahan dan dampaknya yang bahaya ini sudah menjadi isu keperawatan komunitas, oleh karena itu jangan sampai kita abai dengannya,” ucap Yoyok mengawali.
Baca juga : Bazar FLSP UMM, Produk Unik Hingga Harus Gunakan Bahasa Inggris
Menurutnya, seringkali masyarakat mengabaikan sakit yang bersifat sementara akibat terlalu lama dalam posisi tertentu saat rebahan. Padahal tanpa mereka sadari, hal itu sangat berbahaya bagi kesehatan. Hal ini bahkan dapat menjadi pemicu hadirnya berbagai penyakit kronik di kemudian hari.
“Beberapa diantaranya adalah nyeri pada otot dan sendi, penyakit jantung, gagal ginjal, stroke, kanker dan yang tak kalah berbahaya adalah obesitas,” kata Yoyok mencontohkan.
Selain rebahan, tidur dengan kurun waktu yang tidak wajar atau terlalu lama juga bisa menjadi salah satu pemicu kenaikan berat badan yang signifikan. Hal ini juga berpotensi meningkatkan kadar gula dalam darah atau diabetes semakin tinggi.
“Saat posisi rebahan, ada bagian tubuh yang mengalami tekanan besar. Hal ini juga dapat mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk tulang, pergeseran tulang, patah tulang hingga kelainan tulang seperti scoliosis, kifosis, dan lordosis,” ujar Dekan Fikes UMM tersebut.
Baca juga : Gaet Trash Hero, Mahasiswa UMM Ajari Warga Bikin Kompos dengan Teknik Takakura
Tak hanya saat rebahan, saat bangun dari posisi rebahan, seseorang juga berpotensi merasakan pusing. Ini diakibatkan oleh tekanan darah yang berubah secara cepat atau sering disebut hipotensi ortotastik. Kondisi ini terjadi berkat tekanan darah rendah karena posisi tubuh berubah secara cepat. Hipotensi ortostatik umumnya merupakan gejala dari penyakit tertentu, seperti gangguan jantung dan penyakit pada syaraf. Karenanya, Yoyok berpesan agar masayarakat khususnya anak muda, menghindari kebiasaan ini dan meningkatkan aktivitas fisiknya.
“Jangan rebahan dengan kurun waktu yang lama. Biasakan diri melakukan kegiatan fisik seperti berjalan dan olahraga tipis setiap harinya. Hindari juga makananan siap saji, dan terapkan pola hidup sehat agar kualitas hidup juga menjadi lebih baik,” pungkasnya. (nda/wil)