Nikmatnya Bandeng Tanpa Duri Berbagai Rasa Racikan Mahasiswa UMM
Author : Humas | Senin, 09 Juli 2018 15:41 WIB
|
BANGDUR Nusantara berbagai rasa |
Pernah makan bandeng tanpa duri? Jika biasanya bandeng tanpa duri yang beredar di pasaran merupakan hasil proses presto untuk melunakkan durinya, berbeda halnya dengan produk satu ini.
Adalah Nurmalasari mahasiswa angkatan 2014 asal Bima Nusa Tenggara Barat (NTB) yang baru saja menyandang gelar Sarjana Perikanan dari Program Studi Budidaya Perairan (Perikanan) Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Muhammadiyah Malang pada bulan Mei 2018 lalu, berhasil memproduksi BANGDUR (Bandeng Tanpa Duri) Cita Rasa Nusantara.
Bermula dari tugas Mata Kuliah Praktik Usaha Perikanan atau biasa disebut aquapreneurship, kini produk tersebut menjadi ladang usaha yang menjanjikan. Bersama tiga orang temannya Muhammad Soleh, Fernanda Rahmadillah Putri dan Sabarudin yang juga satu tim dalam proses pengerjaan aquapreneurship, Nurmalasari berhasil memasarkan produk inovatif ini. Bisnis tersebut bahkan telah meraih omzet hingga 10 juta rupiah untuk setiap 100 kg bandeng yang diproduksi.
Inspirasinya muncul ketika melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) di salah satu perusahaan swasta di Probolinggo yang membudidayakan udang vannamei dan bandeng. Perusahaan ini melakukan dua budidaya dalam satu wadah serta memproduksi bandeng tanpa duri. Dari sini, Mala, demikian sapaan akrab Nirmala, mendapatkan ilmu tentang teknik memfilet bandeng.
Melakukan produksi satu minggu tiga kali, Mala sudah memasarkan produknya baik secara konvesional di berbagai toko sayur modern maupun secara online dengan memanfaatkan media sosial. Tidak main-main, untuk kestabilan kualitas dan kuantitas produk, Mala bermitra dengan pemasok ikan bandeng dari Probolinggo.
“Tidak hanya memasok, supplier ini juga memasarkan produk saya di pasar tradisional, Pasar Gadang,” ujar Mala, Senin (9/7).
Istimewanya, perbedaan BANGDUR Nusantara dengan bandeng presto lainnya tidak hanya pada rasa, namun juga teknik pembuatan. BANGDUR Nusantara teknik pemisahan daging dan durinya menggunakan teknik filet, sedangkan bandeng presto menggunakan teknik pemasakan dengan suhu rata-rata 121 derajat celcius.
Proses pemanasan menggunakan suhu tinggi ini sangat disayangkan, karena dapat menghilangkan kandungan gizi yang ada.
“Secara ilmu gizi, dinyatakan dalam salah satu jurnal yang menjadi acuan kita di proposal aquapreneurship bahwa bandeng presto dan bandeng segar setelah di presto gizinya hampir 98% hilang, jadi rasa daging nya juga tidak enak. Dengan teknik filet, kita ingin menjaga kualitas daging dari bandeng itu sendiri, rasa juga gizi nya tetap,” tambahnya.
Mala juga menguraikan, selain kelebihan tersebut ciri khas produk ini terletak pada varian rasa yang dimiliki. Berinovasi untuk menghadirkan produk yang berbeda dari bandeng tanpa duri di pasaran, Mala dan timnya memproduksi BANGDUR Nusantara dengan empat varian rasa, yakni original, balado, rendang dan sambal matah.
“Varian rasa nusantara ini mencerminkan keanekaragaman kuliner nusantara,” tandasnya.
Berusaha merangkul, memberdayakan dan berbagi ilmu Mala dan tim saat ini mengajak peran serta adik tingkat khususnya mahasiswa Perikanan yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Perikanan, sedangkan Mala dan tim hanya mengurus manajemen produksi dan pemasaran.
“Untuk produksinya diserahkan ke Himaperik (Himpunan Mahasiswa Jurusan Perikanan), jadi mereka bisa belajar dari sekarang sebelum memasuki semester tujuh untuk mengerjakan aquapreneurship,” pungkasnya.(sal/sil)
Shared:
Komentar