Dosen Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Hudaniah S.Psi. M.Si. (Foto : Istimewa) |
Seringkali pembahasan inner child ramai di jagat media sosial. Adapun Inner child adalah sifat kekanak-kanakkan yang terkait dengan pengalaman atau luka masa lalu yang belum mendapat penyelesaian. Dosen Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Hudaniah S.Psi. M.Si. menyampaikan bahwa luka tersebut harus diobati. Hal ini akan berkaitan dengan kualitas diri di masa yang akan datang.
“Ketika tidak diobati, mungkin bisa saja sembuh. Tetapi butuh waktu lama dan meninggalkan bekas yang dalam. Bekasnya ini bisa berdampak pada kehidupan pribadi, seperti overthinking, penilaian egatif tentang diri sendiri dan menjadi orang yang tidak menyenangkan. Bahkan berakibat pada tidak diterima oleh lingkungan sosial, kurang peka dan lain-lain,” ujarnya.
Salah satu masalahnya adalah pengasuhan yang kurang tepat dan optimal saat masa kecil. Misalnya saja mengalami kejadian traumatis. Baik itu kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), penelantaran, hingga pengabaian.
“Luka-luka ini perlu diobati dengan beberapa langkah. Pertama yakni dengan menjalin dukungan sosial. Mendapatkan dukungan dari teman-teman, keluarga, atau bergabung dalam kelompok dukungan dapat membantu individu merasa tidak sendirian dalam menghadapi perjalanan pemulihan,” tambah Hudan.
Selain itu, terapi dan konseling juga dapat dilakukan. Meminta bantuan dari profesional seperti psikolog atau konselor dapat membantu individu untuk mengatasi trauma dan emosi yang terpendam. Dalam sesi terapi, individu diberikan kesempatan untuk berbicara dan meresapi perasaan mereka dengan dukungan dan panduan yang tepat.
Baca Juga : Mahasiswa UMM Gagas Painting House, Melukis dengan Bahan Alami
“Yang terakhir adalah praktek pemaafan. Memaafkan diri sendiri dan orang tua yang terlibat dalam masa lalu adalah langkah penting dalam memutus siklus negatif. Pemaafan membantu melepaskan beban dan memungkinkan individu untuk melangkah maju,” tandasnya.
Hudan juga berpesan ke siapa saja yang punya luka masa lalu untuk terus berusaha menjadi lebih baik."Teruslah bergerak. Kita bukan seperti donat yang diam saja bisa berkembang. Pahami bahwa segala situasi yang kita hadapi tidak semuanya yang seperti kita inginkan. Dengan begitu kita bisa terus belajar dari pengalaman sehingga menjadi individu yang lebih matang dan berdaya," imbuhnya.
Baca Juga : Puluhan Peserta CoE English for Hospitality UMM Dikirim Magang Hotel Berbintang
Terakhir dia menyampaikan agar rantai ini terputus, perlu ada persiapan bagi para calon orang tua sebelum memutuskan untuk menikah. Ini semua berawal dari keputusan pernikahan, regulasi solusi dalam pernikahan, manajemen konflik dan tujuan pernikahan itu sendiri.
“Harus disadari adanya konsekuensi yang muncul pasca pernikahan, termasuk kehadiran anak. Bagaimana orang tua memaknai kehadiran anak. Orang tua harus mengorbankan waktu hingga kebutuhan finansialnya. Ini kalau tidak disipakan bahaya. Anak bisa jadi pelampiasan orang tua yang tidak matang,” pungkasnya. (Azm/Sil/Wil)