Alfiah Nabilah Masturah, S.Psi., M.A. (Foto : Istimewa). |
Sama pentingnya dengan kesehatan fisik, kesehatan mental juga memiliki peran yang krusial bagi seseorang. Dewasa ini, banyak yang beranggapan bahwa generasi minelial dan Z adalah generasi yang mudah rapuh dan rentan terkena gangguan mental. Melihat fenomena tersebut, Alfiah Nabilah Masturah, S.Psi., M.A. selaku dosen psikologi UMM ikut angkat bicara.
“Hidup ditengah perkembangan zaman yang serba modern ini memang penuh tantangan, namun kita tidak bisa langsung menilai bahwa generasi milenial dan generasi Z adalah generasi yang lemah," ujar Alifah mengawali.
Baca juga : Maba UMM Ini Sukses Menangi Medali Voli di POMNAS Banjarmasin
Setiap generasi, menurutnya, memiliki kesulitannya masing masing dalam menjalani hidup. Bagi kaum milenial dan gen Z, hidup dengan kondisi teknologi yang pesat adalah salah satu tantangannya. Mereka kerap dihadapkan pada kehidupan yang seolah-olah nyata, padahal itu hanya dunia maya. Semua sibuk mengunggah pencapaian dan kesuksesannya di media sosial. Tanpa sadar, hal itu membuat mereka sering membandingkan hidup dengan orang lain. Bahkan tak jarang membuat mereka merasa insekyur.
Lebih lanjut, Alifah menjabarkan dalam sudut pandang psikologi, kondisi ini akan sangat berbahaya. Bukan tidak mungkin juga mengganggu kesehatan mental. “Kesehatan mental itu erat kaitannya dengan sejahtera atau wellbeing yang turunannya adalah menerima, bersyukur, juga iklas,” ujarnya
Baca juga : Dosen HI UMM: Perlu Kajian Menyeluruh sebelum Membangun Smelter di Papua
Karenanya, hal yang paling penting dalam mental health menurut Alifah adalah menerima diri. Memahami bahwa di dunia, ada beberapa hal yang memang tidak bisa dikontrol. Perlu disadari pula bahwa setiap diri memiliki kemampuan untuk memberikan batasan atas apapun. Demi menjaga kesehatan mental, seseorang berhak menarik diri dan bersikap cuek pada hal-hal yang memang menggangu tujuan hidup.
Alifah juga mengingatkan bahwa kesehatan mental adalah kunci bahagia hidup. Menerima diri, kontroling emosi, hidup di lingkungan yang positif, bijak bersosial media dan tidak banyak membandingkan hidup dengan orang lain menjadi ‘keahlian’ yang perlu dikuasai seseorang. “Kalau sudah merasa mental kita rapuh bahkan mengarah ke stres yang berlebihan, cobalah untuk puasa sosial media,” tambahnya.
Puasa sosial media merupakan salah satu terapi psikologis yang sudah teruji dapat mengembalikan semangat serta kekuatan diri seseorang. Puasa media sosial merupakan upaya kongkret dalam menjaga kesehatan mental di tengah perkembangan teknologi. "Dengan berpuasa medsos, kita akan terbiasa untuk lebih bersyukur atas apa yang kita miliki, memiliki waktu untuk refleksi diri, fokus pada orang sekitar yang kita cintai, dan tidak membandingkin hidup dengan orang lain," tutupnya. (rin/wil)